Perkembangan Sastra Awal
sastra lama - sastra modern
Tidak ada perubahan kebudayaan yang terjadi secara tiba-tiba. Cara hidup suatu masyarakat berubah secara bertahap, baik dalam waktu yang relatif singkat maupun panjang. Perubahan sastra tradisional Indonesia menjadi sastra modern tidak terjadi dalam jangka waktu satu atau dua tahun. Sastra tradisional Indonesia yang berpusat di istana dan kalangan bangsawan kebanyaan diungkapkan dalam bentuk puisi yang amat keras atura-aturannya. Masalah yang dibicarakan dalam sastra tradisional tersebut kebanyakan juga hanya menyangkut kehidupan istana dan para bangsawan. Bahannya diambil dari mitos dan sejarah.
Sastra modern lebih menekankan pada kebebasan dalam menungkapkandaya tarik pada masalah-masalah zamannya sendiri yang berlaku di lingkungan masyarakat yang telah terdidik secara barat.
Perubahan dari sastra tradisional menjadi sastra modern itu terjadi secara samar-samar dan kurang tegas, namun nampak bahwa memang ada masa perubahan.
Di zaman penjajahan Belanda, di abad 19 belum ada bahasa Indonesia. Yang ada adalah bahasa-bahasa daerah. Dan golongan pelajar dalam pertengahan abad 19 itu terdiri dari berbagai suku dari berbagai daerah. Sastra Indonesia modern demikian juga tumbuh dalam berbagai macam bahasa daerah tadi. Ada tiga macam daerah yang memgang peranan penting dalam munculnya sastra Indonesia modern, yakni bahasa Jawa, Melayu, Sunda.
Jejak-jejak munculnya sastra Indonesia modern dapat dilihat dari karya-karya yang muncul dari ketiga bahasa daerah tadi.
Sastra Embrional
Masa embrionak berlangsung dari tahun 1870 sampai tahun 1900. Gejala munculnya sastra Indonesia modern terlihat keras dalam bahasa Jawa, Sunda dan Melayu Rendah. Ini disebabkan karena ketiga golongan masyarakat tersebut paling dahulu berkenalan dengan pendidikan Barat. Corak sastra baru yang muncul pertama kali berupa penceritaan kembali kisah-kisah lama dengan bahasa yang hidup dalam masyarakat pada waktu itu. Pada tahun 1844 seorang ahli bahasa Jawa, T.Roorda, menulis buku setebal 197 halaman berjudul Raja Pinangon, dalam bahasa Jawa berbentuk prosa. Hampir sepuluh tahun kemudian muncul penulisan prosa kedua dalam bahasa Jawa dan masih berupa penceritaan kembali, yakni Angling Darma. pada tahun 1853; pengarangnya tidak diketahui. Keduanya mengambil bahan dari kitab suci dan legenda di Jawa. Kebiasaan-kebiasaan menceritakan kembali kisah-kisah lama dalam bahasa sehari-hari ini kemudian berkembang sampai tahun 1880-an.
Sastra Melayu Rendah Bukan Tionghoa
Rintisan sastra Melayu Rendah yang dimulai orang-orang Tionghoa sekitar tahun 1870, pada tahun 1890-an memperoleh bentuknya di tangan para penulis Belanda dan Indonesia. Pada tahun 1900 munculah roman-roman pendek dari para penulis F.D.J. Pangemanan, H. Komaz, dan F. Winggers yang menceritakan kisah-kisah yang terjadi di Indonesia baik dalam lingkungan masyarakat belanda, Tionghoa dan Indonesia. Kebanyakan roman-roman itu terjadi di Jakarta dan tentang pembunuha, kejaharan, perampokan. Para penulis ini telah menyusun cerita-ceritanya dengan sastra Barat, yakni tentang kehidupan nyata masyarakat tempat mereka hidup, dengan teknik novel atau roman, serta dipertangungjawabkan atas nama pengarangnya sendiri. Para penulis itu adalah wartawan yang sudah lama bekerja di beberapa surat kabar berbahasa Melayu yang sudah ada di Indonesia sejak 1850-an.
Pengarang Indonesia pertama yang menulis novel dalam bahasa Melayu rendah ialah .D.J. Pangemanan (1870-1910). Sastra Melayu Rendah yang ditulis oleh orang-orang Indonesia berkembang sampai tahun 1924
Sastra Melayu Rendah Tionghoa
Ragam sastra ini berkembang sejak tahun 1870-an sampai tahun 1960-an di Indonesia, jadi usiannya sudah hampir 100 tahun. Dan menurut penyelidikan sarjana Claudine Salmon, jumlah karya yang telah dihasilkan oleh ragam sastra ini lebih dari 3000 buah berupa karya-karya drama, novel, cerita pendek, syair, dan terjemahan-sastra Cina serta Barat. Periodisasi perkembangan sastra ini adalah sebagai berikut:
I. Masa Lie Kim Hok (1884-1910)
II. Masa Perkembangan (1911-1923)
III.Masa Cerita Bulanan (1924-1945)
IV.Masa Akhir (1945-1960)
0 comments: