Asmara Jaya
Pengarang : Adinegoro
Penerbit : Balai
Pustaka
Tahun : 1931
(Cetakan II)
Kala itu ketika Nuraini dalam perjalanan hendak menemui
Rustam di Bandung, Rustam dan Istrinya sedang dalam masalah. Anak mereka yang
berumu satu setengah tahun meninggal. Istri Rustam sendiri, Dirsina kala itu
sedang mengandung tiga bulan. Rustam sangat mencintai istrinya. Namun, cinta
itu terbentur oleh adat. Menurut adat yang berlaku Rustam harus menceraikan
istrinya karena bukan berasal dari suku yang sama.
Hal itu diabaikan Rustam. Hatinya telah bulat untuk memilih
mencintai istrinya. Biarpun ia dipaksa mengawini Nuraini Rustam tidak ambil
pusing. Hal itu juga yang menyebabkan Rustam menolak rombongan yang datang dari
Padang.
Setelah orang tua Rustam dan Nuraini pulang, Disrina yang
kala itu masih sakit akhirnya jatuh pingsan. Rustam meminta tolong kepada
Nyonya Meerman, ia adalah seorang dokter berkebangsaan Belanda. Nyonya Meerman
tak lain adalah tetangga Rustam. Nyonya Merrman juga yang menolongnya ketika ia
hendak bunuh diri karena rumitnya persoalan hidup.
Tak berapa lama, Ibu Nuraini datang. Ia bermaksud
menjernihkan persoalannya. Dari pembicaraan itu disepakati cara penyelesaian
masalah bagi Rustam dari pihak Nuraini, yaitu keduanya sebaiknya bercerai.
Perceraian itu tidak diketahui oleh ayah Rustam. Ayah Rustam masih menginginkan anaknya agar
segera menceraikan Dirsina dan hidup bersama Nuraini.
Dalam perjalanan berlibur dengan Dirsina, Rustam mengirim
surat kepada Nuraini yang berisikan ideologi Rustam mengenai poligami. Ia
menulisnya dengan hati-hati agar tidak disalah sangkakan oleh Nuraini.
Dengan tulus iklhas, Rustam meminta maaf dan memohon
pengertian ayahnya mengenai persoalan dirinya. Di luar dugaan, ayah rustam
akhirnya mau mengerti kesulitan anaknya itu. Ia juga akhirnya menyetujui
pilihan Rustam dan berjanji tidak akan mengganngu kebahagian rumah tangga itu.
Setelah itu, ayah Rustam kembali ke Padang. Nuraini
sementara masih tinggal di Bandung. Sedangkan Rustam dan Isrinya masih pergi
berlibur.
0 comments: