Dijemput Mamaknya
Pengarang : HAMKA
Penerbit : Mega
Bookstore
Tahun : 1962
(Cetakan III)
Untuk mencukupi kebutuhan di tanah perantauan, Musa
berjualan kain kasur. Keuntungannya memang tidak banyak, namun cukup untuk
memenuhi kebutuhan mereka berdua.
Beban Musa bertambah ketika anaknya lahir. Selain untuk biya
kesehatan anak dan istrinya, ia juga harus mebiayai ongkos pulang mertuannya
yang menunggui kelahiran cucunya.
Meskipun sering mendapat surat dari Mertuannya yang intinya
menginginkan agar Musa dan keluarga pulang dan tinggal di tanah asalnya, Musa
tetap tidak menanggapinya. Mereka lebih suka hidup di perantauan. Meski miskin
mereka merasa merdeka. Tidak ada lagi omongan yang merendahkan.
Kabar tak enak datang dari orang-orang seperantauan musa
yang pulang. Mereka menceritakan bahwa Musa selalu berselisih dan tidak
segan-segan menempelengg istrinya. Anaknya juga tak luput dari omonga.
Dikatakan bahwa anaknya kudisan karena tidak terurus. Akhirnya kemelaratan musa
menjadi buah bibir kerabatnya. Maka dari itu kerabat di kampung sepakat
menjemput Ramah, istri Musa dan anaknya.
Meskipun demikian, Ramah tetap bersikeras untuk tinggal, hal
itu karena ia sangat mencintai suaminya. Namun kekerasan hati Ramah luluh
karena Musa mengizinkan mamaknya untuk membawa Ramah serta anaknya pulang ke
kampung halaman. Hal itu dilakukan Musa atas berbagai pertimbangan.
Dua minggu setelah kepulangan ramah, Musa mendapat surat
dari istrinya yang mengabarkan ketidaknyamanan hidup di kampung halaman. Musa
juga mendapat surat dari ibunya yang isinya kekecewaan dari kaum kerabatnya
karena menjemput pulang Ramah.
Di kampung halaman, Ramah dipaksa untuk bercerai dengan
Musa. Musa mengetahui hal itu dari seorang kerabat dari kampung yang bernama
Samah. Ia sedih namun tidak dapat berbuat apa-apa. Begitulah kisah lelaki
miskin yang benama Musa.
0 comments: