Muda Teruna
Pengarang : Muhammad
Kasim (1886)
Penerbit : Balai
Pustaka
Tahun : 1922
Orang tua Marah Kamil adalah saudagar kaya. Dalam perjalanan
mengantarkan emas pesanan orang di Natal Marah Kamil bertemu pencuri yang
hendak mengambil emas yang dibawannya. Namun Marah Kamil tidak kalah akal.
Berkat kecerdikannya ia mampu mengelabuhi sang pencuri. Tak hanya pencuri ia
juga sempat bertemu dengan dua orang penipu. Sama seperti sang pencuri, kedua
orang penipu itu ternyata juga tak mampu mengakali Marah Kamil. Marah Kamil
berhasil kembali menemui orang tuannya dengan uang penjualan emas yang masih
utuh.
Anni merupakan gadis tambatan hati Marah Kamil. Ia tinggal
di kampung M. Anni pun ternyata juga menyimpan rasa terhadap Marah Kamil dan
mereka saling jatuh cinta.
Suatu kala, Marah kamil membantu Abdurrahman, yang berniat
melarikan seorang gadis. Dalam adat Mandailing sendiri, ada tiga cara yang
biasa dipakai bila menjemput anak gadis. Pertama dengan upacara kebesaran yang
tentunya membutuhkan biaya yang besar. Kedua, dengan cara yang sederhana, namun
tetap saja membutuhkan biaya. Cara yang ketiga adalah seperti yang diperbuat
Abdurahman. Meski cara ketiga ini tidak membutuhkan biaya yang besar, namun
pemuda di sana, sesuai adat Mandailing tidak akan melepaskan sang gadis bila
dilarikan pemuda lain. Karena kecerdikan Marah Kamil dan kerjasama pemuda di
kamoungnya, sahabatnya itu bisa melaksanakan misi pelarian sang pujaan hati.
Nasib Abdurahman berbeda dengan Marah Kamil. Meskipun cinta
tidak bertepuk sebelah tangan, Marah Kamil harus menghadapi kedua orang
tuannya. Orang tua Marah Kamil tidak menyetujui apabila Marah Kamil
mempersunting Anni. Karena patah hati, Marah Kamil memutuskan untuk pergi
merantau.
Dalam perantauannya, Marah Kamil bekerja dengan seorang
pedagan emas. Ia diberi pekerjaan sebagai juru tulis dan mandor kuli. Suatu
ketika, dalam perjalanannya mencari emas, Marah Kamil terpisah dan tersesat di
hutan. Nasib buruk memang, sesampainya di kampung pinggiran, ia justru disangka
pelarian tahanan. Padahal, kampung itu adalah kampunnya sendiri.
Setelah bertemu orang tuanya, ia mendapat banyak nasihat
salah satunya tentang bagaimana hidup itu berlaku.
Dalam pengembaraan yang selanjutnya, Marah Kamil berkenalan
dengan Duakip. Ia menyaksikan nasib buruk Duakip karena selalu ditipu orang.
Di Bangkahulu, Marah Kamil sempat menemukan sejumlah uang
yang akhirnya dikembalikan kepada yang memiliki. Zainul namanya. Karena itulah
mereka menjadi sahabat karib, bahkan Zainul mengajak Marah Kamil berdagang
kelontong bersama-sama. Marah Kamil tidak tahan dengan pekerjaan itu karena
harus berjualan dari satu kampung ke kampung yang lain. Ia memutuskan untuk
berhenti berdagang, kemudia melanjutkan pengembaraannya.
Sesampainya di Pasemah ia berkenalan dengan seorang lelaki
tua yang memuji kepintaran Belanda. Setelah itu ia melanjutkan pengembaraan ke
Jambi. Ketika menuju Jambi, perahu yang ditumpanginya karam karena diserang
perompak. Ia dibawa perompak dan diangkat menjadi anak oleh salah seorang
perompak. Ia tinggal beberapa bulan di pulau itu dan diajari berbagaimacam hal.
Suatu ketika, Marah kamil mengikuti ayah angkatnya ke suatu
gua tempat penyimpanan barang rampokan. Pada saat itu juga ia mengetahui bahwa
ayah angkatnya bukan orang baik. Dalam pengintaianya, ia dipergoki oleh seorang
anggota perompak. Ia dikejar sampai ke tengah laut. Ia beruntung karena
ditolong oleh dua orang Belanda. Ia sangat berterimakasih kepada orang Belanda
itu. Ternyata orang itu adalah mantan majikannya ketika menjadi juru tulis.
Marah Kamil melanjutkan pengembaraanya ke Singapura dengan
mengikuti tuannya itu.
Tolong sertakan dgn unsur ekstrinsik dan instrinsik
ReplyDelete