BAG FROGO DAN KATAK KECIL
Oleh:
D.Y
Di suatu hutan,
terdapat sebuah desa katak. Desa itu dulunya sangat makmur dan memiliki banyak
persediaan air. Tapi kini desa itu terlihat gersang semenjak kemarau yang
berkepanjangan. Gubuk-gubuk katak terlihat coklat kering akibat kurangnya
siraman air. Pohon-pohon juga terlihat layu. Hal itu membuat banyak katak
kesakitan dan akhirnya mati.
Katak sebagai hewan
amfibi tentu memerlukan air untuk hidup. Terlebih kulitnya harus selalu lembab.
Oleh sebab itu untuk mengatasi kekurangan air di desa katak, setiap katak
diutus oleh Kepala Desa untuk mencari sumber air terdekat. Sesudah pencarian
yang lama, akhirnya ditemukan sebuah sumber air. Namun sayang, letaknya
tidaklah dekat dengan desa tersebut. Sumber air tersebut berada di dekat puncak
gunung. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengambil air dan kembali ke
desa. Katak biasa hanya bisa mengambil sebanyak satu kali sehari atau dua ember
perhari.
Namun karena desakan
kebutuhan hidup, mereka mulai mengambil air dari mata air itu. Alat yang
digunakan adalah sebuah tongkat dan dua buah ember. Tongkat digunakan dibahu
untuk menopang dua ember air. Satu ember di sebelah kanan, dan satunya di
sebelah kiri. Karena tidak semua katak mampu menempuh jarak yang jauh untuk
mengambil air, akhirnya Kepala Desa membuka tempat pelelangan air. Di tempat
tersebut, katak-katak bisa menjual air maupun membelinya. Tentu saja harganya
juga lumayan mahal karena jarak tempuh yang jauh.
Frogo adalah nama katak
jantan yang bertubuh paling besar. Tubuhnya sangat kekar. Ia bisa mengambil air
sebanyak lima kali sehari atau sepuluh ember perhari. Sebagai katak yang bisa
mengambil banyak air, ia menjadi katak paling kaya di desa tersebut. Ia
mendapatkan banyak uang dari hasil menjual air di tempat pelelangan air yang
disediakan Kepala Desa. Tentu saja, mayarakat desa juga merasa terbantu dengan
adanya persediaan air yang cukup.
Dengan tubuhnya yang kekar dan uangnya
yang berlimpah, ia menjadi katak yang sombong. Ia diberi julukan “Bag” yang
artinya perkasa. Katak-katak di desa tersebut sering memangginya Bag Frogo.
Frogo pun merasa senang dan terhormat mendengar julukan tersebut.
Suatu ketika ada seekor
katak dengan tubuh kecil ingin meminta sedikit air karena ibunya yang sedang
sakit. Katak bertubuh kecil itu harus menunggu ibunya oleh sebab itu ia tidak
bisa mengambil air.
“Frogo-Frogo, mohon
berilah saya sedikit air, ibu saya sedang sakit, saya harus menunggu ibunda
sehingga tidak bisa mengambil air!” Mendengar namanya disebut tanpa menggunakan
julukannya, Frogo merasa dihina. Ia pun geram.
“Apa kamu bilang? Jangan sok akrab denganku!
Panggil aku Bag Frogo! Seluruh desa ini sudah tahu akulah sang perkasa Frogo,
Bag Frogo! Jangan harap aku memberimu air katak dungu!”
“Kumohon Bag Frogo berilah sedikit air”
dengan merendahkan diri, katak bertubuh kecil itu memanggil nama Frogo sesuai
permintaannya.
“Terlambat, kamu sudah membuat suasana
hatiku tidak enak. Dasar pemalas! Lihatlah tubuhmu yang kurus itu, pasti kau
sangat malas. Ambil air sendiri!” Mendengar jawaban tersebut, hati katak sangat
terpukul.
Karena tidak ada cara
lain lagi, akhirnya Katak Kecil tersebut pergi mengambil air sendiri. Dengan
perasaan khawatir akan ibunya yang sedang sakit, ia berusaha secepat mungkin
mengambil air dan segera pulang. Seperti apa yang dikhawatirkan Katak Kecil
tersebut, ketika Katak Kecil sedang mengambil air, tiba-tiba sakit ibunya
kumat. Seseorang harus segera membawannya ke tabib. Beruntung, saat itu Kepala
Desa sedang berkeliling mengunjungi setiap warganya. Sampailah Kepala Desa di
rumah Katak Kecil. Ia melihat ibu Katak Kecil terbaring lemas dan segera
membawanya ke tabib.
Sesampainya di rumah, Katak
Kecil terkejut melihat ibunya tidak ada di rumah. Namun beberapa saat kemudian,
tetangganya memberitahu bahwa tadi ada Kepala Desa mengunjungi rumahnya. Ia
segera berlari mengunjungi Kepala Desa untuk menanyakannya.
“Selamat
sore Pak Kepala Desa, apakah bapak tahu dimana ibu saya?” Katak Kecil merasa
sangat khawatir, ia takut terjadi sesuatu dengan ibunya.
“Ya,
selamat sore, silahkan masuk dulu.” Kepala Desa adalah katak yang sangat ramah.
Selain itu ia juga baik hati. Banyak warga menyukainya. Oleh sebab itu ia
ditunjuk sebagai Kepala Desa Katak.
“Begini,
tadi saya berkunjung ke rumah. Saya melihat ibumu terkapar lemas di bawah. Jadi
saya membawanya ke tabib Ongki. Kata tabib Ongki keadaan beliau sudah lebih
baik, nanti sudah boleh pulang. Tapi beliau berpesan supaya kamu menjaga ibumu
baik-baik.” Mendengar penjelasan dari Kepala Desa, Katak Kecil merasa lega.
Katak
Kecil dihadapkan dengan dua permasalahan. Yang pertama ia harus selalu di sisi
ibunya, sedangkan yang kedua ia harus mengambil air. Dengan kedua permasalahan
tersebut, Katak Kecil tidak menyerah. Suatu ketika ia memberikan segelas air
untuk diminum ibunya. Ia melihat bahwa air bergerak di dalam gelas dari bagian
yang tinggi menuju bagian yang rendah. Katak Kecil mendapat ide untuk membuat
mata air di gunung agar bisa dialirkan ketempatnya. Ia tidak lagi mengambil air
tapi kini Katak Kecil berusaha membuat pipa dari batang bambu menuju ke
rumahnya. Ia menjual barang, barangnya untuk membeli keperluan hidup sementara
ia membangun saluran air.
Melihat
Katak Kecil semakin terlihat miskin, Frogo justru merasa senang. Ia merasa
bahwa Katak Kecil pemalas memang pantas hidup miskin. Berbeda dengannya yang
giat bekerja. Ia merasa pantas berfoya-foya setelah apa yang dikerjakannya.
“Lihatlah pemalas itu!
Ia sampai harus menjual barang-barangnya.” Dengan bangga Frogo mencibir Katak
Kecil dihadapan teman-temannya.
Tentu saja Katak Kecil
merasa sakit dengan ucapan Frogo tapi justru hal itu dianggapnya sebagai
cambukan untuk tetap bersemangat. Tidak seperti yang dipikirkan Frogo, Katak
kecil tadi tidaklah bermalas-malasan. Ia membangun sedikit demi sedikit. Pagi
hari ia menyiapkan makanan untuk ibunya. Siang hari ia memotong bambu. Sore
hari ia membawanya untuk digabungkan dengan saluran yang sebelumnya.
Hari-hari berlalu,
simpanan makanan dan air dari hasil penjualan barang Katak Kecil pun habis. Ia
terpaksa harus meminjam seseorang. Tapi siapa? Ia membayangkan akan meminjam
Bag Frogo, tapi ia tahu bahwa Bag Frogo sangat membencinya. Meskipun dapat ia
harus menanggung rasa sakit hati lagi. Sempat juga terpikir untuk meminjam
Kepala Desa, tapi Kepala Desa juga sudah tidak memiliki kelebihan uang. Ia juga
hidup pas-pasan. Karena tidak ada pilihan lain ia tetap datang menemui Bag
Frogo di tempat pelelangan. Saat itu Frogo baru saja selesai menjual air dengan
pedagang di pelelangan. Ia baru saja mendapatkan uang dari pekerjaanya
mengangkut sepuluh ember air.
“Bag Frogo, bolehkah
aku meminjam sedikit uangmu, persediaanku sudah habis.”
“Hah? Pinjam? Memangnya
kamu bisa mengembalikannya? Lihat teman-teman, katak pemalas ini mau meminjam
uang! Bagaimana kamu mau mengembalikannya? Urus saja ibumu, sana!” Seusai
berkata demikian Bag Frogo masih mengolok-olok Katak Kecil dihadapan
teman-temannya.
Sesuai dugaan katak
kecil. Sekarang ia benar-benar kapok berhubungan dengan Frogo. Beruntung ada Katak
Baik di pelelangan. Ia merasa kasihan melihat Katak Kecil diolok-olok seperti
itu. Ibu dari Katak Baik itu juga sakit, oleh sebab itu ia memiliki empati
dengan Katak Kecil. Ia memberikan sedikit pinjaman untuk katak kecil. Dengan
sedikit pinjaman dari Katak Baik tersebut katak kecil berhasil bertahan hidup
dan menyelesaikan saluran airnya.
Air mengalir melimpah
menuju penampungan air milik katak kecil. Dengan persediaan air yang Katak
Kecil mulai menjual air tersebut ke tempat pelelangan. Semua pengunjung
pelelangan heran bagaimana bisa Katak Kecil mengambil air sebanyak itu?
Akhirnya katak kecil menjadi katak paling kaya di desa tersebut.
Frogo merasa tersaingi.
Ia merasa iri dengan apa yang didapatkan katak kecil. Namun Frogo tidak tahu
bagaimana katak kecil mendapatkan air tersebut. Karena merasa kalah dengan
katak kecil, Frogo menambah intensitas pengambilan air. Dari yang biasanya
sepuluh ember perhari, kini ia naikan menjadi dua puluh ember perhari. Dengan
dua puluh ember perhari. Frogo menjadi katak paling kaya lagi.
Hari demi hari berlalu,
tubuh Frogo yang dulu kekar kini kian kurus akibat kelelahan dan kurangnya
waktu istirahat akibat mengejar target dua puluh ember setiap hari. Tubuh Frogo
pun akhirnya tidak kuat lagi untuk diajak mengambil air. Meski begitu Frogo
masihlah sombong. Ia masih saja berfoya-foya, tak sadar bahwa hartanya semakin
habis. Akhirnya Frogo jatuh miskin.
Berbeda dengan Frogo, Katak Kecil masih
sanggup membawa lima belas ember untuk dijual ditempat pelelangan karena Ia
hanya perlu membawanya dari rumah menuju tempat pelelangan. Jaraknya tidaklah
jauh. Katak kecil semakin kaya dan dihormati di desanya. Katak Kecil ingat
bagaimana sakit hatinya dulu ketika ia dihina oleh katak-katak kaya. Oleh sebab
itu ia memutuskan untuk tidak berbuat sombong kepada katak yang kurang mampu.
Ia sering sekali menolong katak-katak yang kesulitan.
0 comments: